Sabtu, 19 Maret 2011

Saatnya Kita Peduli Majalaya


Oleh: Endih Kusnadi

MAJALAYA kota industri, kota yang begitu dinamis. Kota yang tak pernah sepi dari lalu lalang kendaraan. Setiap harinya, tak kurang dari 200.000 kendaraan roda empat dan dua melintas di setiap lajur jalan. Ditambah kendaraan tradisional seperti delman dan beca. Maka, tak heran kalau kemudian kesemrawutan dan kemacetan sering terjadi akibat lebar jalan sudah tak sebanding dengan volume kendaraan.
Sebagai kota dolar, sudah seharusnya Majalaya memiliki insfrastruktur jalan yang memadai, baik dari sisi ukuran jalan maupun kualitasnya. Dan, yang terjadi selama ini, selain ya itu tadi, lebar jalan yang sudah tidak sesuai dengan volume kendaraan, juga kondisinya sangat memprihatinkan. Jalan berlubang dan becek (ketika musim hujan) adalah fakta yang sering kita lihat.
Belum lagi jika bicara tentang tata kota Majalaya. Pihak kecamatan, seringkali mengadakan operasi penertiban. Pedagang kaki lima yang berjajar di trotoar kerap ditertibkan, dipindahkan ke lokasi lain, termasuk delman dan beca. Namun, itu hanya satu dua hari saja. Selanjutnya kaom marginal itupun kembali berjualan dan ngetem di tempat semula. Maka, merekalah yang menjadi kambing hitam munculnya kesemrawutan.
Sejumlah tokoh di sana sering mengatakan, mestinya kalau pedagang kaki lima dan tukang delman serta beca, termasuk angkot ingin tertib, sediakan dulu tempat penggantinya (relokasi) yang lebih strategis, sehingga operasi penertiban tidak semu dan harus berulang-ulang.
Sisi lain, bukan tanpa alasan jika warga Majalaya yang tergabung dalam Forum Majalaya Menggugat (FMM), beberapa waktu lalu mengadakan aksi damai, mencegat truk-truk pengangkut batubara di Jln Anyar, Majalaya. Itu semata-mata karena kecintaannya terhadap kondisi Majalaya yang masih terkesan amburadul, terutama jika dilihat dari sisi infrastruktur jalan.
Bagaimana tidak, seperti diberitakan sejumlah harian terbitan Bandung, sudah bertahun-tahun lamanya, setiap hari setidaknya lebih dari 150 dumptruck mengangkut batubara yang melintas di Jln Anyar Majalaya dengan tonase melibihi ketentuan, seberat 35 ton hingga 40 ton. Padahal kekuatan konstruksi jalan kelas III di Kabupaten Bandung hanya sampai 10 ton. Oleh karena itu jangan heran kalau jalan di kawasan itu cepat rusak.
Anehnya lagi, seperti dikatakan Koordinator FMM, Alam Natapura kepada para wartawan, pihak instansi terkait seperti Pemkab Bandung, Bapeda, Dishub, Kepolisian dan BPLH Kab. Bandung tak pernah menegurnya. Padahal, hal itu jelas-jelas melanggar peraturan. Nah, akibat kurang pedulinya instansi terkait, maka muncul aksi kepedualian dari warga Majalaya sendiri untuk sekedar memperlihatkan bahwa warga Majalaya masih menginginkan lingkungan yang nyaman dan tertib. Sekaligus ingin menyampaikan aspirasi kepada para pejabat teras di Kabupaten Bandung agar segera memberi tindakan tegas terhadap pengelola batubara.
Ada kekhawatiran sebagai ekses dari dibiarkannya Majalaya amburadul. Bukan tidak mungkin jika tidak ada kepedulian Pemerintah Kabupaten Bandung terhadap Majalaya, maka akan muncul dorongan kuat dari warga Majalaya untuk memisahkan diri dari Kabupaten Bandung. Cepat atau lambat, wacana pembentukan Bandung Timur akan mencuat. Dan persoalan truk batubara bukan tidak mungkin menjadi titik awal bangkitnya semangat pembentukan Bandung Timur.
Kita harus mewaspadai, pada prinsipnya sejumlah kecamatan yang ada di sekitar Majalaya, seperti Ciparay, Pacet, Paseh, Ibun, Arjasari, Cikancung, Cicalengka dan Rancaekek, mendukung dan sama-sama menginginkan terbentuknya Bandung Timur. Hal itu nampaknya akan menjadi kekuatan besar bagi terciptanya Kabupaten Bandung Timur.
Ancaman akan bergulirnya wacana Bandung Timur, bukan tidak mungkin justru bertitik tolak dari sejauhmana pihak instansi terkait melakukan upaya penertiban truk-truk batubara. Sehingga, sejatinya persoalan yang digagas FMM ini tidak dipandang sebelah mata. Tapi harus ada tindaklanjut yang lebih tegas. Pasalnya, seperti dikatakan Nandang, Koordinator Lapangan FMM, pihaknya sudah beberapa kali mengajukan ihwal penertiban truk batubara, namun sejauh ini tidak ada respon dari pihak Pemkab Bandung.
Ada beberapa langkah yang sejatinya bisa dijadikan solusi dalam rangka menata Majalaya kearah lebih baik. Pertama, kurangi jumlah truk-truk penganggkut babtubara yang melebihi tonase serta mengakibatkan jalan sering rusak. Kedua, kualitas infrastruktur jalan harus ditingkatkan serta tidak lagi menggunakan aspal tapi semua ruas jalan terutama jalan propinsi harus dicor. Ketiga, penyediaan stopfaile batubara. Keempat, segera lakukan relokasi pasar dan pedagang kaki lima yang strategis. Kelima, juga lakukan relokasi terminal ke tempat yang tidak berdekatan dengan alun-alun dan mesjid raya Majalaya.
Sebagai warga Kab.Bandung, saya hanya mengetuk kepada semua pihak, sudah saatnya kita peduli Majalaya sebagai kawasan yang mampu menghasilkan potensi besar terhadap Kabupaten Bandung, baik dari sisi PAD maupun ketenagakerjaan. “Mari kita peduli Majalaya”. (Penulis aktifis lingkungan / warga Kab.Bandung)***

1 komentar:

  1. Salam, Banyak sekali yang ingin saya komentari namun karena keterbatasan intelektual dan etika komunikasi berikut saya aspirasikan: keseimbangan antara pembangunan jalan di daerah pemukiman (seperti Bojong reungas, saparako dll.) dengan fungsi trotoar (hak pejalan kaki), pengaturan fungsi parit-parit terutama yang terkoneksi langsung ke sungai major seperti citarum dll. Dan yang lebih penting bagi saya pribadi adalah pembangunan dan pertahanan kesadaran pribadi. Hatur Nuhun

    BalasHapus